Serial
Khutbah Jumat Ketua Umum YMI Adhi Azfar
Jumat,
19 Mei 2017
Ba’da
Tahmid dan Shalawat
Jamaah
Sidang Jumat yang Berbahagia
Hari ini kita berada di tanggal 22 Sya’ban 1438 H, atau tanggal 19
Mei 2017 M. Sekitar sepekan lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Dalam
menghadapi Ramadhan ini, mari kita tengok firman Allah SWT, “Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan
itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari
apa yang mereka kumpulkan”. (QS.
Yunus : 58)
Ayat tersebut menunjukan bahwa ada sesuatu yang harus kita dorong
dalam menghadapi Ramadhan. Yang kita dorong bukan sesuatu yang berwujud. Bukan
mendorong benda atau barang yang berat. Bukan juga melakukan suatu aktifitas
tertentu yang membutuhkan keahlian. Toh tidak disuruh membuat bangunan, tidak
harus berlari sekian waktu, tidak perlu mengkaji suatu tema yang berat dengan
tulisan yang indah. Yang didorong adalah sesuatu yang terkait rasa.
Rasa gembira. Inilah yang perlu kita hadirkan dalam hati kita
tatkala Ramadhan akan tiba. Belum tentu mudah. Dan boleh jadi ini sulit.
Imbalan dari rasa gembira ini adalah karunia Allah SWT.
Pertanyaannya adalah “Mampukah kita memiliki rasa gembira
sebagaimana rasa yang pernah kita alami tatkala kita mendapakan sesuatu
kesenangan dan kebahagiaan yang luar biasa dalam hidup kita?” Sekali lagi, ini
soal rasa. Mari kita lihat contoh analoginya.
Jamaah Sidang Jumat yang Berbahagia
Tatkala akan menghadapi saat-saat pernikahan (walimatul ursy), apa
yang dirasakan? Bagaimana rasa bahagia saat itu? Rasa gembira seperti apa yang
ada dalam diri kita, beberapa saat menjelang waktu pernikahan datang? Atau saat
menunggu-nunggu kelahiran anak. Tentu rasanya berdebar-debar. Dag-dig-dug Jer.
Jleb, tatkala si bayi mungil lahir, begitu senangnya kita. Betul bukan?
Contoh lain. Tatkala mendapatkan informasi telah diterima bekerja
di sebuah perusahaan yang kita inginkan. Gembira bukan? Kita menunggu-nunggu
saatnya mulai berkantor. Saat diberitahu akan naik pangkat. Pasti gembiranya
bukan main. Lalu membayangkan bertambahnya kompensasi, fasilitas, gaji, dan
tentunya kewenangan jabatan.
Semua itu diawali dari satu hal. Itulah yang namanya Rasa. Tatkala
akan mendapatkan karunia, maka rasa gembira itu menyelimuti hati kita. Demikian
pun dengan Ramadhan. Bahwa Ramadhan itu adalah karunia. Dia adalah rahmat Allah
SWT yang diberikan kepada manusia yang Allah SWT kehendaki, untuk hadir
menikmati Ramadhan. Maka gembiranya kita, harus jauh lebih dan melebihi
gembiranya tatkala akan mendapatkan karunia-karunia duniawi tadi.
Jamaah Sidang Jumat yang Berbahagia
Adanya rasa yang benar dalam menghadapi Ramadhan, ini yang akan
membentuk persepsi yang tepat terhadap Ramadhan. Banyak orang yang mempersepsikan
Ramadhan. Aduh datang lagi bulan yang membuat lapar, haus, pasti letih harus
bangun dini hari, shalat sampai malam, dan seterusnya. Tapi kalau rasa gembira
yang menyelimuti hati kita, tentu persepsinya akan sejalan. Jadi, rasa akan
membentuk persepsi. Bukan sebaliknya, persepsi yang membentuk rasa.
Persepsi yang membentuk rasa. Ini kejadian. Karena tidak menerima
takdir bahwa istrinya telah meninggal, maka sang suami ingin mempersepsikan
istrinya masih hidup. Suami tersebut tetap menidurkan istrinya diranjang yang
biasanya mereka tidur, dengan dikelilingi bongkahan es batu supaya mayatnya
tetap awet. Agar dia tetap mempersepsikan istrinya masih hidup, hanya saja sedang
tidur.
Atau contoh lainnya. Saking hausnya menahan puasa di bulan Ramadhan,
kemudian seseorang mempersepsikan sedang minum air, lalu membayangkan air yang
sedang ditenggak, agar rasa hausnya hilang. Ini tidak Sunnah. Kaidah yang
diajarkan Rasulullah SAW adalah tatkala haus menerpa diri, maka Rasulullah SAW
mengguyur kepalanya dengan air. Kita ketahui situasi di Mekkah adalah negeri
yang panas dan kering.
Harusnya yang kita kedepankan adalah rasa, yang berasal dari hati.
Misalnya tatkala saudara atau kerabat meninggal dunia, kita kedepankan rasa
dari hati kita, untuk menerima takdir Allah SWT. Munculkan rasa sabar dalam
diri kita. Maka kemudian muncul persepsi yang benar bahwa kematian pasti akan
datang, cepat atau lambat, tak satupun manusia dapat menunda ataupun
mempercepatnya. Ini yang benar, hati dulu dikedepankan, maka persepsi yang
benar akan terbentuk.
Demikian pun. Tatkala haus dan lapar menerpa saat sedang berpuasa
Ramadhan. Munculkan rasa dari dalam hati, “Oh ternyata seperti inilah kehidupan
orang-orang yang tak punya, mereka susah makan dan kekeringan air, aku merasa
bersyukur rasa laparku hanya untuk beberapa saat saja hingga beduk maghrib.”
Muncul rasa syukur dan persepsi yang benar.
Rasa itu dari hati, persepsi itu dari pikiran. Hati itu yang harus
dibenahi pertama kali. Sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW, Dari An-Nu’man bin
Basyir r.a, “Sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging, bila daging itu
baik maka baiklah seluruh jasadnya, bila segumpal daging itu buruk, maka
buruklah seluruh jasadnya. Dan ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah
hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah pentingnya rasa. Apa yang kita rasakan saat Ramadhan tiba,
akan membentuk persepsi Ramadhan yang tepat sesuai Al-Qur’an dan Sunnah. Bahwa
Ramadhan itu adalah barokah, ada kemuliaan yang luar biasa, pintu syurga
dibuka, amalan sholeh dilipatgandakan, dan seterusnya. Lalu persepsi ini akan
membangkitkan semangat kita untuk beramal, dan meraih indahnya Ramadhan.
Sebaliknya, kalau dari hatinya sudah tidak menerima, rasanya kok letih sekali
Ramadhan ini. Munculah persepsi dari pikiran. Ingin secepatnya keluar dari
Ramadhan, tak tahan haus dan lapar, malas beribadah, dan sebagainya. Ini semua
berasal dari hati.
Jamaah Sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT
Rasa yang muncul dari hati yang bersih inilah yang akan membuat
kita menikmati indahnya Ramadhan. Ini juga yang menjawab mengapa para sahabat
Rasulullah SAW berani bertarung dalam perang badar meskipun saat itu adalah
bulan Ramadhan. (Perang ini terjadi pada tanggal 17 Ramadhan 2 H (dalam Kitab
Ar-Rahiq Al-Makhtum oleh Al-Mubarakfury)
Kegembiraan saat datangnya Ramadhan ini adalah langkah awal untuk
menuju suksesnya Ramadhan. Itulah sebabnya yang dipanggil Allah SWT dalam Surat
Al-Baqarah ayat 183 adalah orang-orang yang beriman saja. Allah SWT tidak
memanggil selain orang beriman, bahkan orang sekedar muslim pun tidak dipanggil
Allah SWT untuk menikmati puasa dan indahnya Ramadhan. Mari kita tengok
ayat-Nya, “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kami berpuasa, sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqaroh
: 183).
Untuk menjadi lulusan Ramadhan dengan predikat Taqwa, harus
mengawali dari sekarang. Memulainya dari mengasah rasa. Tanamkanlah rasa
gembira di hati. Ramadhan akan datang sesaat lagi. Mari sambut Ramadhan dengan
gembira.
Barokallahuli Walakum
Adhi Azfar
Ketua Umum YMI
0 Response to "Sambut Ramadhan dengan Gembira"
Post a Comment