Terdepan Dalam Memberdayakan Anak Hingga Pelosok Desa

Hari Guru Nasional, Jadikan Momentum untuk ikut Berkontribusi Mengajar

Serial Khutbah Jumat Ketua Umum YMI Adhi Azfar
Jumat, 25 November 2016

Ba’da Tahmid dan Shalawat

Jamaah Sidang Jumat yang Berbahagia
Hari ini Jumat 25 November 2016, di berbagai media baik media mainstream seperti Televisi dan Koran Cetak, ataupun media sosial dan online, memberitakan tentang Hari Guru Nasional yang  jatuh tepat pada hari jumat ini. Berbagai kisah dan cerita tentang perjuangan guru dipublikasikan untuk memberikan hikmah kepada kita, dan juga sebagai tadzkiroh (pengingat) bagi kita, bahwa kita bisa hadir dalam kondisi sukses seperti sekarang ini adalah berkat pengorbanan dan pengajaran dari guru-guru kita dimasa lalu. Dia yang mendidik, memberikan ilmu sehingga kita bisa membaca, menulis, menghitung, menganalisa, mengerti arti kehidupan, memiliki motivasi, memahami cara beribadah, bermasyarakat, dan lain sebagainya. 

Ada sebuah analogi yang bagus untuk kita ambil ibroh daripadanya. Sebuah analogi tentang Botol. Bila sebuah botol diisi air mineral, maka harganya Rp.3.000. Bila diisi dengan jus alpukat, harganya menjadi Rp.10.000. Diisi madu, harganya bisa ratusan ribu rupiah. Dan bila diisi minyak wangi, harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Bentuknya sama yaitu botol, tapi nilainya berbeda, tergantung dari isinya. Demikian pun manusia, sangat dimungkinkan karakternya berbeda, kemampuan dan kecerdasannya juga tak sama. Nilai manfaatnya berbeda.

Bila kita diibaratkan botol, maka guru lah yang mengisinya (selain orangtua dan lingkungan kita). Peran guru sangat signifikan dalam membentuk karakter kita. Mengisi relung-relung jiwa kita. Membimbing kita menuju cita-cita, sehingga menjadikan kita bernilai seperti saat ini, Insya Allah. Ada diantara kita yang menjadi pebisnis, karyawan, manajer, pejabat negara, dosen, mahasiswa dan kesuksesan lainnya, itu karena “sesuatu yang berharga” yang ditanam oleh guru kita dimasa lalu.

Jamaah Sidang Jumat yang berbahagia
Hari Guru Nasional ini sudah dicetuskan sejak tahun 1994, melalui keputusan presiden (Kepres) No.78 Tahun 1994. Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, ditetapkan bahwa tanggal 25 November adalah hari guru nasional, yang diperingati bersamaan dengan ulang tahun PGRI. Nama perkumpulan guru sebenarnya sudah ada sejak jaman pemerintahan Belanda, yang diberi nama dengan Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada tahun 1912. Perkumpulan ini beranggotakan guru bantu, guru desa, kepala sekolah dan lainnya. Lalu para guru mengubahnya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1932.

Jamaah Sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT
Menarik kalau kita menggali lebih dalam tentang makna guru dan bagaimana Allah SWT mengapresiasi seseorang yang berprofesi sebagai guru. Secara umum, guru diartikan orang yang mengajar dan mendidik anak-anak muridnya. Banyak bidang yang digeluti para guru, mulai dari matematika, fisika, kimia, biologi, sejarah dan bahasa, hingga guru agama. Guru agama ini yang mengajari anak-anak muridnya mengaji dan belajar Al-Qur’an.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Guru berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) adalah mengajar. Sedangkan dalam bahasa Sansakerta, Guru diartikan sebagai seorang pengajar suatu ilmu. Arti dan makna ini, serupa dengan arti dari kata “Ustadz” (dalam kamus Arab Al-Mu’jamul Wasith), Ustadz diartikan Mu’alim, yaitu pengajar atau pendidik. Juga menyerupai makna Ulama, yaitu seorang yang berilmu dan menyampaikan ilmunya kepada orang lain.

Bagaimana Islam memandang sosok pengajar di tengah kehidupan masyarakat, ini menjadi bahasan yang sangat menarik. Imam Nawawi berkata, “Mengajar itu hukumnya fardhu kifayah. Namun jika hanya ada satu orang yang mampu mengajar, maka fardhu ‘ain hukumnya bagi orang tersebut.”

Ibn al-Hajj berkata, “Jika melihat manusia berpaling dari ilmu, maka wajib bagi seorang ‘alim untuk menampakkan diri di hadapan mereka dan mengajari serta memberi nasihat kepada mereka.”

Begitu pentingnya mengajari masyarakat dan memberikan ilmu pengetahuan kepada mereka, sampai-sampai Allah SWT menurunkan surat At-taubah ayat 122 yang menyerukan manusia agar tidak semuanya pergi ke medan perang. Allah SWT berfirman, “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi beberapa orang dari tiap-tiap golongan di antara mereka untuk memperdalam pengetahuan agama mereka, dan memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah kembali kepadanya, agar mereka bisa memelihara diri mereka.” (At-Taubah ayat 122).

Ancaman terhadap mereka yang enggan menyampaikan ilmu, tertera dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqarah ayat 146).

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, maka ia akan diberi kekang dari api pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim dari Abu Hurairah r.a, Dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Orang yang mengajar dan menyampaikan ilmu, lalu ilmu yang diserap oleh murid-muridnya, maka ada pahala yang mengalir deras untuk para guru dan ustadz meskipun mereka telah tiada. Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR Muslim, no.3509).

Ada seorang pemuda di Jakarta yang merupakan mahasiswa Universitas terkemuka. Prestasinya sebagai mahasiswa sangat mengagumkan. Dia meraih predikat cum laude. Namun suatu ketika, saat pemuda itu berada di Masjid, saya mengatakan di Masjid ini biasanya saat Ramadhan diselenggarakan I’tikaf. Ayo nanti kita I’tikaf bareng di Masjid ini. Saya bermaksud mengajaknya. Lalu dia justru balik bertanya, apa yang dimaksud dengan I’tikaf. Saya kaget mendengar pertanyaan tersebut, dan bergumam “Mengapa bisa seorang yang meraih prestasi mengagumkan ternyata pemahaman dan ilmunya tentang Islam sangat rendah (tidak tahu apa itu i'tikaf). Mungkinkah karena penyebaran ilmu Islam kurang massif sehingga banyak diantara mereka yang belum paham Islam dengan sebenar-benarya.”

Pernyataan yang dilontarkan Donald Trump saat berkampanye sebagai calon Presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa tidak boleh lagi ada orang Islam yang masuk ke Amerika, tentu sangat menyakitkan bagi umat Islam. Beberapa saat kemudian Trump berjumpa dengan seorang muslim, lalu muslim tersebut melontarkan senyum kepadanya. Trump kaget dan berkata “Ternyata orang Islam bisa senyum juga.” Dari peristiwa ini, apa yang bisa kita simpulkan, ternyata Trump tidak mengetahui secara menyeluruh apa itu Islam. Dia hanya mengetahui sedikit saja, dari berbagai media yang menyudutkan umat Islam, bahwa orang Islam dipandang sebagai biang terorisme dan kejahatan. Ilmu Islam dan keagungan ajaran Islam tidak sampai ke telinga Donald Trump yang akhirnya memenangkan pertarungan pemilihan Presiden Amerika Serikat.

Itulah mengapa Allah SWT menempatkan profesi mengajar, menyebarkan ilmu dan menyerukan kebenaran, adalah profesi terbaik dalam pandangan Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya, “Siapakah yang lebih baik perkataanya daripada orang yang menyeru kepada Allah, dan mengerjakan amal sholeh….” (QS. Fushilat : 33).

Jamaah Sidang Jumat yang berbahagia
Memang untuk menghormati guru, dan mengenang jasanya, tak perlu harus menunggu hari guru nasional seperti sekarang ini. Karena sangat dimungkinkan, beberapa orang boleh saja tidak setuju dengan ditetapkannya tanggal 25 November sebagai hari guru nasional. Alasannya, karena toh untuk urusan menghormati jasa para guru tidak harus tanggal 25 November saja. Ini benar. Namun, menetapkan hari guru Nasional setiap tanggal 25 November adalah sarana pengingat buat kita. Karena untuk mengingatkan butuh momentum, sehingga kita tersadarkan dan tercerahkan untuk mengingat orang-orang yang telah berjasa memberikan “sesuatu banget” buat kehidupan kita. Bahkan hingga akhir kehidupan kita.

Karena itu, jadikan peringatan hari guru nasional ini sebagai momentum untuk mengenang jasa orang-orang yang telah membimbing kita menuju kesuksesan kita di hari ini. Mari apresiasi guru-guru kita. Hari guru Nasional ini juga perlu dijadikan momentum untuk mengevaluasi diri kita apakah kita telah turut berkontribusi dalam mengajar dan mencerahkan masyarakat di sekeliling kita. Karena di Indonesia, sumber daya terbesarnya bukanlah kekayaan alam berupa minyak, gas bumi ataupun batubara. Tapi kekayaan terbesar Indonesia adalah sumber daya manusia, yang perlu mendapatkan ilmu, dan disitulah peran guru dalam menyampaikan dan menyebarkan ilmu untuk rakyat Indonesia. #

Barokallahuli Walakum Fil Qur’anil Adzim.

0 Response to "Hari Guru Nasional, Jadikan Momentum untuk ikut Berkontribusi Mengajar"

Post a Comment