Pemilik
hewan kurban berhak mendapatkannya dan memakannya. Hal ini berdasarkan perintah
dari Allah SWT sendiri:
فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“..
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj (22): 28)
Ayat
ini menunjukkan bahwa pemilik hewan kurban berhak memakannya, lalu dibagikan
untuk orang sengsara dan faqir, mereka adalah pihak yang lebih utama untuk
mendapatkannya. Selain mereka pun boleh mendapatkannya, walau bukan prioritas.
Syaikh
Sayyid Sabiq Rahimahullah memaparkan cara pembagian sebagai berikut:
للمهدي
أن يأكل من هديه الذي يباح له الاكل منه أي مقدار يشاء أن يأكله، بلا تحديد، وله
كذلك أن يهدي أو يتصدق بما يراه. وقيل: يأكل
النصف، ويتصدق بالنصف .وقيل: يقسمه
أثلاثا، فيأكل الثلث، ويهدي الثلث، ويتصدق بالثلث.
“Si
pemilik hewan kurban dibolehkan makan bagian yang dibolehkan baginya
sesuai keinginannya tanpa batas. Dia pun boleh menghadiahkan atau menyedekahkan
sesuka hatinya. Ada pula yang mengatakan dia boleh memakannya setengah dan
menyedekahkan setengah. Dan dikatakan: dibagi tiga bagian, untuknya adalah
sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan disedekahkan sepertiga.”
Upah
Untuk Penyembelih
Tidak
boleh memberikan upah dengan mengambil dari daging kurban, sebab Daging kurban
adalah harta yang dipersembahkan dari dan untuk kaum muslimin, oleh karena itu
dia tidak boleh dijadikan sebagai alat pembayaran atau dijual belikan, termasuk
kulitnya, demikian ijma’ (kesepakatan) para ulama. Namun, penyembelih
dibolehkan diberikan sedekah darinya, dan tidak dinamakan upah. Sedangkan
upahnya diambil dari sumber dana yang lain.
Dalilnya
adalah, dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu:
أَمَرَنِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ
وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ
الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan aku untuk mengurusi
penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian
punuknya, dan saya diamanahkan agar tidak memberikan si tukang potong dari
hasil potongan itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami memberikannya dari
kantong kami sendiri.”[36]
Berkata
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah tentang hadits tersebut:
وأنه لا يجوز
أن يعطى الجزار منه شيئا، على معنى الاجرة، ولكن يعطى أجرة عمله، بدليل قوله:
" نعطيه من عندنا ". وروي عن الحسن أنه قال لا بأس أن يعطى الجازر
الجلد.
“Bahwa tidak diperbolehkan
memberikan tukang potong dari hasil potongannya sedikit pun, maksudnya adalah
tidak boleh memberikan upah (dari daging potongan), tetapi dia boleh diberikan
upah atas kerjanya itu, dalilnya adalah: “Kami memberikannya dari kantong kami
sendiri.” Diriwayatkan oleh Al Hasan bahwa dia berkata: “Tidak mengapa
memberikan kulit untuk tukang potongnya.”[37]
Jadi, ada beberapa pelajaran dari hadits tersebut. Pertama,
tukang potong tidak diupah dengan daging hewan kurban, namun boleh diberikan
daging tersebut untuknya asalkan atas nama sedekah, bukan upah, sebab daging
kurban adalah hak seluruh kaum muslimin, termasuk si pemotong. Kedua,
tukang potong boleh diupah melalui sumber dana lain. Ketiga,
dibolehkannya pengurusan hewan kurban diamanahkan kepada orang lain. (istilah
sekarang Panitia Qurban). Keempat, semua daging dan kulitnya
adalah dibagi-bagikan (disedekahkan), bukan dijual.
Tertulis dalam Ta’sisul Ahkam:
التصدق بجميع الهدي وكل ما يتصل به
Imam Al ‘Aini mengatakan:
وفيه من استدل به على منع بيع الجلد قال القرطبي وفيه دليل على أن جلود
الهدي وجلالها لا تباع لعطفها على اللحم وإعطائها حكمه وقد اتفقوا على أن لحمها لا
يباع فكذلك الجلود والجلال
Dalam
hadits ini terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan terlarangnya menjual
kulit. Berkata Al Qurthubi: “Pada hadits ini terdapat dalil bahwa kulit
hewan qurban dan Jilal (daging punuk Unta) tidaklah dijual belikan,
karena hukum menyedekahkannya itu satu kesatuan dengan daging. Mereka (para
ulama) sepakat bahwa daging tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya.” [39]
Syaikh
Abdullah Al Faqih mengatakan:
فلا يجوز لكم إعطاء الجلد كأجرة
للجزار، كما لا يجوز بيع شيء من الأضحية بما في ذلك الجلد له أو لغيره
Maka,
tidak boleh bagimu memberikan kulit sebagai upah bagi penjagal, sebagaimana
tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan qurban, seperti kulit atau
lainnya. [40]
Ada
pula yang membolehkan, yakni Al Auza’i, Ishaq, Ahmad, Abu Tsaur, dan segolongan
Syafi’iyah. Abu Tsaur beralasan karena semua ulama sepakat bahwa kulit
boleh dimanfaatkan, maka menjual kulit termasuk makna “memanfaatkan.” [41]
Menurut
mayoritas ulama adalah tidak boleh. Berkata Imam Ash Shan’ani Rahimahullah:
واختلفوا في جلدها وشعرها مما ينتفع
به فقال الجمهور لا يجوز وقال أبو حنيفة يجوز بيعه بغير الدنانير والدراهم يعني
بالعروض
Para
ulama berbeda pendapat tentang menjual kulit dan bulunya, yang termasuk bisa
dimanfaatkan. Mayoritas ulama mengatakan tidak boleh, Abu Hanifah berpendapat
boleh menjualnya dengan bukan dinar dan dirham, yakni dengan ’uruudh
(barang berharga selain emas). [42]
Imam
An Nawawi menjelaskan:
ومذهبنا أنه لا يجوز بيع جلد الهدى
ولا الأضحية ولا شيء من أجزائهما
Pendapat
madzhab kami adalah tidak boleh menjual kulit hewan qurban, tidak pula boleh
dijual sedikit pun bagian-bagiannya. [43]
Beliau
juga mengatakan:
وحكى بن المنذر عن بن عمر وأحمد واسحق
أنه لا بأس ببيع جلد هديه ويتصدق بثمنه قال ورخص في بيعه أبو ثور
Ibnul
Mundzir menceritakan bahwa Ibnu Umar, Ahmad, dan Ishaq menyatakan bahwa boleh
menjual kulit hewan qurban, dan mensedekahkan uangnya. Katanya: Abu Tsaur
memberikan keringanan dalam menjual kulit.[44]
Bersama YMI
Berqurban di Pelosok Desa
CP : 0838.0453.7995
0 Response to "Siapa Yang Berhak Mendapatkan Daging Qurban?"
Post a comment