Perang Badar baru saja
selesai. Namun peristiwa itu tidak mungkin hilang begitu saja dari
benak fikiran para sahabat. Ini karena Badar merupakan pengalaman mereka
yang pertama dalam keramaian genderang perang.
Ketika
perang Hunain berakhir dengan kemenangan kaum muslimin, Rasulullah SAW
dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang melimpah.
Perang ini berlaku pada tahun ke-8 hijrah. Dengan penaklukan kota Mekah,
kaum kuffar Arab akhirnya bergabung, bersedia menyerang kaum muslimin.
Bahkan, mereka turut membawa anak isteri mereka juga harta benda yang
mereka miliki. Perang yang akan mereka tempuh seolah-olah perang
pertarungan harga diri sehingga mereka harus membawa semua yang mereka
miliki untuk berada dalam kafilah perang mereka.
Di
pihak lain, kaum muslimin yang berjumlah 10 ribu orang anggota yang
telah menyerbu dan menakluk kota Mekah sudah bersiap sedia berangkat ke
Hunain. Pasukan ini telah pun ditambah dengan dua ribu orang mualaf,
orang yang baru masuk Islam dari penduduk Mekah. Sebuah penghormatan dan
harga diri kadang kala menjadi suatu yang amat berharga sehingga apaun
yang dimiliki dapat dikerahkan untuk mendapatklan kembali harga diri
tersebut. Begitulah yang terjadi kepada orang-orang Arab yang merasa
kehormatannya direnggut oleh umat Islam Madinah yang berhasil menduduki
dan menaklukan kota Mekah. Puncak perjuangan kaum kuffar untuk kembali
merebut kehormatan dan harga diri mereka adalah dengan menentang umat
Islam.
Jumlah
pasukan Islam yang banyak yang bersedia untuk berperang melawan kuffar
Arab yaitu dalam 12 ribu orang telah menimbulkan sikap ghurur (bangga
diri) pada sebagian kaum muslimin. Mereka beranggapan bahwa jumlah
pasukan umat Islam yang besar akan mudah mengalahkan pasukan kuffar Arab
sehingga mereka meremehkan kekuatan musuh. Penyakit ghurur ini
menjadikan maknawiyah pasukan Islam menjadi kendur. Mereka kurang
bersandar kepada Allah sebagai sumber kekuatan. Hal ini karena secara
manusiawi mereka jauh lebih besar daripada pasukan musuh sehingga tidak
terdorong atau melupakan bahwa sumber kemenangan adalah dari Allah
SWT, sama seperti maknawiyah kafir Quraisy ketika mereka menghadapi
pasukan Islam di Badar. Akan tetapi, mereka yang sudah ditempa dengan
tarbiyah Rasulullah SAW tergerak dan segera menyusun kembali barisan
untuk menguasai keadaan sehingga pertempuran itu berakhir dengan
kemenangan.
Kemenangan
kaum muslimin mendatangkan banyak harta rampasan perang dan tawanan, 6
ribu orang tawanan, 24 ribu unta, 40 ribu lebih kambing, dan 4 ribu
lebih uqiyah perak.
Pembagian Harta Rampasan Perang
Ketika
perang berakhir dan setelah beberapa lama Rasulullah menunggu kaum
Hawazin yang mungkin datang untuk menebus tawanan mereka di Ji’ranah.
Rasulullah SAW membagi-bagikan harta rampasan perang kepada para
muallaf, pemuka Mekah yang belum lama masuk Islam, dengan jumlah yang
cukup besar untuk mengikat hati mereka.
Abu
Sufyan diberi 40 uqiyah dan 100 ekor unta, kemudian Abu Sufyan ,meminta
bagian anaknya, Yazid. Rasulullah SAW meluluskan permintaan Abu Sufyan
itu dengan memberikan anaknya jumlah yang sama seperti yang beliau
perolehi. Begitu juga dengan anaknya yang bernam Mu’awiyah. Rasulullah
SAW memberikannya dengan jumlah yang sama. Kepada Hakim bin Hizam,
Rasulullah SAW memberikan 100 ekor unta, kemudian dia meminta lagi dan
memberikannya tambahan 100 ekor lagi. Shafwan bin Umayyah diberi 100
ekor unta, kemudian 100 ekor lagi, dan ditambah lagi dengan 100 ekor.
Al-Haritsah
bin Al-Harits bin Kaladah diberi 100 ekor unta dan beberapa pemuka
Quraisy yang lain juga memperolehinya. Selain mereka, ada juga yang
mendapat 50 ekor unta, 10 ekor unta, 5, 4, sehingga dikhabarkan bahwa
Rasulullah memberikan setiap muallaf yang meminta atau minta tambahan
bagian dan baginda tidak takut miskin. Orang-orang Arab berkerumun
meminta bagian harta sampai baginda terdesak ke pohon pokok hingga baju
baginda terlepas. Baginda berkata, “Wahai kalian, kembalikan bajuku,
demi Zat yang diriku di tangan-Nya, andaikan aku memiliki tanaman di
Tihamah, maka aku akan memberikannya kepada kalian dan kalian tidak
memanggilku sebagai orang kikir, takut dan berdusta.”
Kemudian,
bagindapun berdiri di samping unta miliknya sambil memegang sebiji
gandum dan bersabda, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak lagi
menyisakan harta rampasan kalian, termasuk biji gandum ini, kecuali
seperlimanya dan seperlima itupun sudah aku serahkan kepada kalian.”
Setelah
membagikan rampasan kepada para muallaf, kepada orang-orang yang baru
masuk Islam dan kepada orang yang hatinya masih lemah, Nabi Muhammad SAW
memanggil Zaid bin Tsabitagar mengumpulkan sisa harta rampasan perang
serta memanggil semua sahabat. Masing-masing sahabat mendapat 4 ekor
unta dan 40 ekor kambing. Untuk penunggang kuda, diberikan 12 ekor unta
dan 120 ekor kambing.
Pembagian
ini berdasarkan pertimbangan yang sangat matang dan bijaksana. Di
dunia, seseorang lebih mampu menerima kebenaran melalui perutnya
daripada akalnya, sebagaimana binatang yang digiring ke kandangnya
dengan memancingnya melalui dedaunan. Begitu juga manusia yang
memerlukan variasi bujukan untuk menyusupkan keimanan.
Komentar Terhadap Tindakan Rasulullah SAW
Tindakan
dan langkah baginda tidak difahami oleh sebagian sahabat sehingga
timbul berbagai komentar yang tidak sedap didengar. Di antara sahabat
yang tidak dapat menerima tindakan Rasulullah SAW ini adalah orang-orang
Ansar, padahal merekalah yang paling banyak dilibatkan oleh Rasulullah
pada saat-saat krisis hingga suasana pertempuran yang mula kelihatan
kalah menjadi sebaliknya dapat dikuasai keadaan. Mereka tidak menerima
bagian daripada harta rampasan perang Hunain.
Ibnu
Ishaq meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata, “Setelah
Rasulullah SAW membagi-bagikan bagian rampasan perang kepada orang-orang
Quraisy dan kabilah-kabilah Arab, sedangkan orang-orang Ansar tidak
mendapat bagian apa-apa, maka kemudian tersebarlah berita-berita di
antara mereka, ada yang berkata, “Demi Allah, Rasulullah SAW telah
bertemu kaumnya sendiri.”
Lalu
Saad bin Ubadah datang ke tempat baginda seraya berkata, “Wahai
Rasulullah, di hati orang-orang Ansar ada perasaan tidak puas hati
terhadap engkau karena pembagian harta rampasan perang yang telah engkau
lakukan. Engkau membagi-bagikannya kepada kaum engkau sendiri dan
engkau memberikan bagian yang amat besar kepada beberapa kabilah Arab,
sedangkan orang-orang Ansar itu tidak mendapat apa-apa.”
Kemudian
Rasulullah SAW bertanya, “Kalau demikian keadaannya, engkau berpihak
kepada siapa wahai Saad?” Saad pun menjawab, “Wahai Rasulullah, tidak
ada pilihan lain kecuali aku ikut bersama kaumku.”
“Kalau begitu kumpulkan kaummu di tempat ini!” kata Rasulullah SAW kepada Saad.
Kemudian
Saad mengumpulkan semua orang Ansar di tempat yang ditunjukkan
Rasulullah. Ada beberapa Muhajirin hendak ikut masuk, namun mereka tidak
diperkenankan masuk daan hanya orang-orang Ansar sahaja yang masuk ke
dalam tempat itu. Setelah semua orang Ansar telah berkumpul, maka Saad
memberitahu Nabi SAW dan baginda pun datang berjumpa dengan mereka.
Taujih Rasulullah SAW
Setelah
memuji dan mengagungkan Allah, baginda bersabda, “Wahai kaum Ansar, aku
sempat mendengar berita-berita dari kalian dan dalam diri kalian ada
perasaan tidak puas hati terhadapku. Bukankah dulu aku datang ketika
kalian dalam keadaan sesat dan Allah memberikan petunjuk kepada kalian?
Bukankah dahulu kalian adalah miskin lalu Allah membuat kalian menjadi
kaya dan hati kalian bersatu?”
Mereka menjawab, “Begitulah, Allah dan rasul-Nya lebih murah hati dan banyak kurnianya”.
“Apakah kalian tidak ingin memenuhi seruanku wahai orang Anshar?”
Mereka
menjawab, “Dengan apa kami harus memenuhi seruanmu wahai Rasul? Segala
anugerah dan kurnianya hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya.”
Lalu
baginda bersabda, “Demi Allah, jika kalian mau, kalian perlu
membenarkan dan dibenarkan, maka kalian boleh katakan, “Engkau telah
datang kepada kami ketika engkau didustakan kaum engkau, kami menerima
engkau. Ketika engakau dalam keadaan lemah, kamilah yang menolong
engkau. Ketika engkau diusir, kamilah yang memberikan tempat. Ketika
engkau dalam keadaan papa, kamilah yang menampung engkau.”
Setelah
mengingatkan orang-orang Anshar bahwa mereka lebih berjasa kepada
Rasulullah SAW dari orang-orang Quraisy, baginda kemudian bersabda,
“Apakah di dalam hati kalian masih terdetik hasrat kepada dunia yang
dengan keduniaan itu sebenarnya aku hendak mengambil hati segolongan
orang agar masuk Islam. Sementara terhadap keislaman kalian aku tidak
lagi meragukannya? Wahai sahabat Ansar, apakah di hati kalian tidak
berkenan jika mereka membawa pulang kambing dan unta, sedangkan kalian
pulang bersama Rasulullah ke tempat tinggal kalian?”
Demi
Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentu
aku termasuk golongan Anshar. Jika para sahabat menempuh suatu jalan di
celah gunung dan orang-orang Anshar menempuh suatu celah yang lain, tentu
aku akan memilih celah yang dilalui oleh orang Anshar. Ya Allah,
rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar, dan cucu orang-orang
Anshar”.
Setelah mendengar taujih dari
Rasulullah SAW yang mengajak mereka mendahulukan akhirat dan nikmat yang
besar, mereka pun menitiskan air mata hingga janggut mereka basah
lembab dengan air mata sambil berkata, “Kami redha tindakan Rasulullah
dalam urusan bagian dan pembagian. Setelah itu, mereka puas dan kembali
ke tempat mereka semula”.
Renungan Peristiwa Hunain
Kejadian
pembagian rampasan perang ini merupakan tarbiyah bagi para sahabat.
Kadang kala ketika kita merasa sudah banyak berbuat untuk dakwah, maka
kita merasa bahwa kita berhak atas semua keuntungan duniawi dari dakwah.
Oleh itu, seperti kejadian Hunain, sebagian sahabat merasa bahwa mereka
lebih berhak atas rampasan perang Hunain dibandingkan dengan
orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam ketika Fath Al-Makkah.
Ketika
hati kita dipenuhi dengan rasa protes karena kita merasa bahwa jasa
kita tidak dihargai, maka prasangka pun akan menghinggapi hati kita
sehingga dugaan buruk terhadap lain menguasai kita, seperti yang berlaku
kepada orang-orang Ansar pada peristiwa pembagian harta rampasan
perang.
Yang
lebih berbahaya adalah jika kekecewaan atas tindakan itu menular kepada
orang lain sehingga suasana ukhrawi tidak terlihat. Yang ada
sebaliknya, ejekan disebabkan kekecewaan dan tidak puas hati terhadap
qiyadah. Jika keadaan ini tidak cepat diselesaikan dengan
penjelasan-penjelasan oleh pihak qiyadah, maka tidak mustahil keadaan
ini akan bertambah parah menjadi pergaduhan atau perpecahan.
Di
pihak yang lain, sebagai seorang qiyadah, Rasulullah SAW menyedari
bahwa tidak seluruh landasan tindakannya diketahui oleh para sahabat.
Oleh itu, baginda berinisiatif untuk menjelaskan i’tibarat, dan konsider
kepada para tentera. Ini perlu cepat dilakukan agar keadaan tidak
bertambah teruk. Semakin cepat akan semakin baik, kecuali jika ada
program atau rancangan yang lebih efektif untuk menyelesaikan keadaan
seperti itu.
Kejadian
Hunain telah berlalu sekian lama, tetapi pelajaran dan hikmah yang
dapat diambil sentiasa mengalir bagai air dari pergunungan yang dapat
menyegarkan dan menghilangkan rasa haus generasi penerus perjuangan.
Mudah-mudahan Allah masih membuka hati kita agar kita dapat melihat
sesuatu dengan benar dan hati pun tidak terfitnah, terjangkit penyakit
dari keadaan yang sama dengan keadaan yang dialami oleh sahabt-sahabat
Ansar pada masa-masa pertama perjuangan Islam.
Wallahu a’lam.#
0 Response to "Mata Air Hunain"
Post a Comment