Terdepan Dalam Memberdayakan Anak Hingga Pelosok Desa

Arahan Ketua Umum YMI Saat Pembukaan Rakernas 2016



Adhi Azfar, Ketua Umum YMI

Assalamu’alaikum wr.wb

Ba’da Tahmid dan Shalawat

Saya selalu mendoakan agar seluruh pegurus YMI, para Ketua Cabang YMI, para donatur YMI, para orang tua asuh YMI semoga selalu sehat, diberikan panjang umur dan mendapatkan barokah dan ridho Allah SWT.

Rakernas 2016 di Lampung ini adalah Rakernas terberat yang kita jalani karena mengeluarkan cost yang besar, serta tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Sejak kita menggunakan kata “Nasional” dalam agenda rapat kerja tahunan kita, Alhamdulillah pertemuan kita dalam Rakernas selalu membuahkan spirit baru untuk terus mengembangkan YMI. Karena itu, jadikanlah Rakernas ini sebagai momentum perbaikan dan improvisasi, bukan sekedar rutinitas tahunan belaka.

Beratnya Rakernas 2016 ini mengiringi sulitnya kehidupan masyarakat akibat harga-harga kebutuhan pokok yang semakin melambung, harga beras, gula, telur yang semakin mahal dan mencekik. Rakyat semakin sulit dan tersudutkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat kecil. Kondisi ini juga melanda organisasi kita, Yayasan Munashoroh Indonesia (YMI), bahwasanya terjadi penurunan perolehan dana yang mempengaruhi jalannya aktifitas Yayasan. Hampir di seluruh cabang terjadi penurunan perolehan dana, bahkan termasuk perolehan dana di YMI Pusat yang juga mengalami perlambatan.

Dalam Rakernas kali ini, yang ingin saya sampaikan adalah “Bagaimana kita bisa bertahan dalam situasi yang tidak menyenangkan ini” Setidaknya ada 3 hal yang harus kita miliki. Pertama, Tetaplah Profesional dalam setiap aktifitas Yayasan. Bahwa profesionalisme ini bukan hanya milik karyawan perusahaan saja, bukan hanya milik para manager, direktur dan mereka yang berkarir di perusahaan-perusahaan ternama. Namun sikap profesional harus juga kita lakukan meski tidak mendapat gaji dan honor sebagaimana manager dan direktur itu. Inilah karakter yang kita miliki sejak dulu sekaligus menjadi ujian bagi keikhlasan kita.

Dalam ajaran Islam, kata profesional merujuk pada kata “Ihsan” yang disebutkan dalam sebuah hadits bahwa “Innallaha Katabal Ihsana Ala Kulli Syai’in” artinya “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan Ihsan dalam setiap perbuatan kita.” Karena itu, Ihsan atau profesional itu sebuah kewajiban, bila dilakukan dapat pahala, bila ditinggalkan akan berdosa.  Ihsan harus tetap mendampingi setiap aktifitas kita di YMI, meskipun kadang kita merasa jengkel, atau kecewa dengan kawan di kepengurusan akibat beberapa hal yang merugikan kita.

Perasaan jengkel dan kecewa itu manusiawi, tapi tidak harus menggerogoti keihsanan dan profesionalitas kita dalam beraktifitas. Hal ini dicontohkan Siti Aisyah r.a Istri Rasulullah SAW, dimana Aisyah sangat kecewa dengan pernyataan Ali bin Abi Thalib saat Rasulullah SAW bertanya, “Wahai Ali, bagaimana pendapatmu tentang peristiwa ini?” (Ketika itu muncul fitnah yang memberitakan tentang Perselingkuhan Aisyah r.a yang menyebabkan Rasulullah SAW tidak mau menyentuh Aisyah sebulan lamanya). Ali menjawab, “Ya Rasulullah SAW, masih banyak wanita lain di Arab ini yang bisa kau jadikan istri.” Mendengar jawaban Ali itu, Aisyah merasa geram dan jengkel karena mengganggap itu desakan Ali kepada Rasulullah SAW agar menceraikan Aisyah. Padahal Ali tidak bermaksud seperti yang dipahami Aisyah. Kejengkelan Aisyah ini berlangsung seumur hidup. Sejak saat itu Aisyah tak pernah lagi mau menyebut nama Ali. Bahkan dalam setiap hadits yang diriwayatkannya, Aisyah tidak menyebut nama Ali meskipun hadits itu berasal dari Ali. Aisyah hanya menyebut “Waqaala Rojulun” yaitu “Berkata seorang laki-laki” dimana Rojulun yang dimaksud disini merujuk kepada Ali bin Abi Thalib. Meskipun begitu, Aisyah sama sekali tidak merubah isi dan redaksi semua hadits tersebut meskipun berasal dari Ali yang dituding sebagai sosok yang mengecewakannya. Profesional, inilah yang dilakukan Aisyah dengan tetap menjaga kebenaran dan keshohihan hadits agar sampai kepada seluruh umat hingga akhir zaman.

Hal kedua yang perlu kita miliki dalam menghadapi situasi sulit ini adalah Ubah Mindset kita. Zaman sedemikian cepat berubah, dulu untuk menyampaikan informasi butuh waktu yang cukup lama. Dicetak dulu lalu dikirim dengan menggunakan moda transportasi yang ada. Sekarang, informasi itu bergerak sedemikian cepat hingga ke meja makan kita bahkan ke kamar tidur anak-anak kita. Dari dalam kamar, kita bisa mengetahui informasi dari berbagai belahan dunia cukup dengan menggenggam smart phone. Kondisi ini mengharuskan kita untuk menyesuaikan dengan perubahan zaman dan teknologi yang super cepat ini. Bila tertinggal, akan seperti Nokia dan Blackberry yang di tahun 2010-2012 begitu Berjaya, banyak customer yang memilih Nokia sebagai handset, lalu Blackberry begitu booming dan menjadi andalan untuk berkomunikasi. Namun apa yang terjadi hanya dalam kurun waktu 3-4 tahun kemudian, Nokia dan Blacberry jutsru diambang kehancuran, puluhan ribu karyawannya sudah di PHK akibat penjualan yang terus menurun hingga 50% dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Persaingan yang keras dalam industri gadget ini memporak-porandakan pangsa pasar Nokia dan Blackberry yang begitu perkasa dalam beberapa tahun terakhir. Konsumen beralih ke smartphone yang lebih mudah dan murah, WhatsApp. Jadi, kalau dulu, yang sering kita minta adalah berapa pin BB nya, sekarang yang kita tanya adalah nomor HPnya ada WhatsAppnya kah? Pasar kemudian dikuasai oleh Samsung dan Apple, yang menguasai 2 core competencies sekaligus yakni hardware dan software. Karena itulah, dalam menghadapi perkembangan zaman ini kita harus memiliki kompetensi inti dalam mengelola Yayasan, yaitu kemampuan fundraising (mengumpulkan dana), kemampuan mengajar anak-anak asuh, kemampuan manajemen untuk mengorganisasi, juga kemampuan menyupir mobil karena kita akan banyak traveling ke pelosok desa-desa tertinggal.

Mind set yang kita miliki akan menjadi salah satu penentu keberhasilan. Ada seorang ayah yang kaya raya dan memberikan 2 wasiat kepada 2 anak laki-lakinya. Wasiat yang pertama “Jangan pernah tagih piutangmu,” wasiat kedua “Jangan pernah terkena sinar matahari secara langsung saat pergi dan pulang bekerja.” Setelah beberapa tahun, ternyata anak pertama mengalami kebangkrutan dan rugi besar. Cara pandang anak pertama terhadap wasiat pertama ayahnya adalah ketika dia memberi pinjaman / hutang dan berinvestasi, dia melakukannya tanpa agunan dan jaminan, dan dia tidak pernah menagih piutang-piutang itu, hingga akhirnya piutang itu semakin besar dan dia tidak mendapat keuntungan dari piutang itu. Sedangkan terhadap wasiat kedua, anak pertama ini selalu pergi kemana-mana menggunakan mobil, bila tidak ada mobil maka ia pakai taksi supaya tidak terkena sinar matahari langsung sebagaimana yang diwasiatkan. Cara seperti ini membuat biaya operasional bisnisnya membengkak sehingga mengalami kerugian besar dan bangkrut.

Berbeda dengan anak kedua yang justru menjadi pengusaha besar dan sukses. Ini karena cara pandang terhadap wasiat ayahnya berbeda dengan mind set anak pertama. Dia memandang wasiat pertama dengan cara dia tidak pernah memberi pinjaman, kecuali ada agunan dan jaminan yang pasti, sehingga tanpa dia harus menagih piutang-piutang itu, maka piutang itu tetap akan kembali. Mind set terhadap wasiat kedua “Jangan terkena sinar matahari langsung” dipandang olehnya dengan berangkat ke tempat bisnis sebelum sinar matahari muncul dan pulang setelah matahari terbenam. Karena itulah, Mind set atau cara pandang kita, akan menjadi salah satu ukuran kesuksesan kita.

Hal ketiga yang harus kita miliki dalam menghadapi situasi sulit adalah Teruslah Bergerak. Imam Syafi’i mengatakan bahwa untuk menggapai kebaikan, maka berlarilah, bila tidak mampu berlari maka berjalanlah, bila tidak mampu juga maka merangkaklah, dan bila merangkak juga tidak mampu maka teruslah bergerak jangan pernah berhenti apalagi mundur. Prinsip untuk terus bergerak inilah yang dilakoni oleh Nabi Yusuf a.s saat digoda oleh Siti Julaeha. Dalam ruangan itu tinggal mereka berdua saja, dan Julaeha sudah memastikan semua pintu-pintu keluar telah terkunci. Julaeha terus mengejar Yusuf agar mau berbuat zina dengannya, namun Yusuf a.s terus berlari dan terus bergerak ke arah pintu-pintu keluar, dengan harapan ada pintu yang belum terkunci. Terus bergerak dan terus berharap akan turunnya karunia dan petunjuk dari Allah SWT.

Para sahabat YMI sekalian, tiga hal itulah yang harus kita tanamkan dalam diri kita untuk menghadapi tahun-tahun yang sangat sulit ini, mudah-mudahan YMI terus eksis, terus berkembang dan semakin banyak orang yang merasakan manfaat dari keberadaan YMI. Selamat Rakernas YMI 2016.

Wassalamu’alaikum wr.wb
Adhi Azfar
Ketua Umum YMI

0 Response to "Arahan Ketua Umum YMI Saat Pembukaan Rakernas 2016"

Post a Comment