Usaha Kecil Menengah (UKM) saat ini telah menjadi fokus pengembangan
untuk meningkatkan perekonomian negara-negara ASEAN, karena UKM dapat menyerap
banyak tenaga kerja. Upaya yang dilakukan untuk memberdayakan UKM adalah dengan
meningkatkan akses informasi pasar dan permintaan melalui situs UKM ASEAN.
Selain itu, ASEAN juga akan meningkatkan akses pendanaan melalui pembentukan
Bank UKM ASEAN sebagai program jangka panjang, dan disediakan dana pendamping
untuk program jangka pendek dan menengah, serta mempromosikan UKM dalam rantai
pasok regional ASEAN.
Berdasarkan data yang dilansir Sekretariat MEA, pada tahun 2014 produk
domestik bruto ASEAN mengalami pertumbuhan sebesar 4,6%, dan diharapkan dapat menyentuh
angka 5% di tahun 2015. Dengan adanya MEA, produk domestik bruto ASEAN
diprediksi tumbuh menjadi 4,7 triliun dolar AS pada tahun 2020, dari saat ini
sebesar 2,5 triliun dolar AS. Total perdagangan ASEAN yang tercatat pada tahun
2014 tumbuh 0,8% per tahun atau sebesar 2,53 triliun dolar AS. Penanaman modal
asing yang masuk ke ASEAN tumbuh dari sebesar 117,7 miliar dolar AS pada tahun
2013, menjadi 136,2 miliar dolar AS pada tahun 2014. Dengan kata lain,
penanaman modal asing yang masuk ke ASEAN tumbuh sebesar 15,7% dalam setahun.
Hasil survey yang dilakukan oleh Globescan dan Program on
International Policy Attitudes, University of Maryland menyatakan bahwa
Indonesia merupakan tempat yang paling baik untuk memulai usaha diantara 24
negara yang disurvei. Survey yang dipublikasikan oleh BBC News pada 25 Mei 2015
didasarkan pada evaluasi terhadap tingkat kreativitas/inovasi di masing-masing
negara, tingkat kesulitan untuk memulai usaha, evaluasi terhadap orang yang
memulai usaha, dan kemudahan untuk menerapkan ide menjadi bisnis.
Indonesia didukung oleh kondisi demografi dimana memiliki struktur
penduduk yang didominasi penduduk usia kerja sekitar 60% penduduk masih berusia
di bawah 39 tahun yang memiliki potensi kreatif dan inovasi yang tinggi. Data
yang dilansir oleh BPS menyebutkan bahwa lebih dari 30 tahun Indonesia memiliki
indeks rasio ketergantungan mencapai angka minimal, yang berarti menunjukkan
bonus demografi yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan
wirausaha baru melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan.
Di ASEAN, pada tahun 2013 Indonesia memiliki jumlah UKM yang tergabung
dalam jaringan global dan kegiatan ekspor yang paling rendah. Kondisi ini
menunjukkan bahwa UKM di Indonesia memiliki nilai tambah produk dan tingkat
daya saing yang rendah. Program kemitraan masih kurang dibandingkan dengan
jumlah pengusaha mikro dan kecil yang ada, dimana 89% usaha mikro dan kecil
tidak terkait dengan jaringan usaha/kemitraan. Sebagian besar wirausaha di Indonesia
masih berorientasi pada pasar domestik. Terhambatnya perkembangan UKM ini akan
sangat mempengaruhi kesejahteraan rakyat khususnya rakyat kecil yang tergerus
akibat kebijakan yang salah kaprah.
Data yang dipublikasikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI melalui
situs www.depkop.go.id menyebutkan bahwa jumlah unit usaha (mikro, kecil, menengah, dan
besar) pada tahun 2013 sebesar 57.900.787, naik sebesar 2,41% dari tahun 2012
sebesar 56.539.560. Jumlah tenaga kerja tahun 2013 sebesar 117.681.244, naik
sebesar 6,20% dari tahun 2012 sebesar 110.808.154. Total ekspor non migas pada
tahun 2013 sebesar 1.161.327,5, turun sebesar 2,03% dari tahun 2012 sebesar
1.185.391. Sedangkan jumlah PDB atas harga yang berlaku pada tahun 2014 menurut
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin, mencapai Rp. 10.541,7 triliun,
atau 5,02% melambat dibandingkan tahun 2013 sebesar 5,58%.#
0 Response to "Usaha Kecil Menengah, ASEAN dan Kesejahteraan Rakyat Kecil"
Post a comment