UMKM
merupakan sektor yang memiliki kontribusi sebesar 99,9% terhadap lapangan
kerja, dan 59% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga harus mendapat
perhatian pemerintah. Sejak diluncurkan bulan Agustus 2015, hingga kini
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang salah satunya ditujukan untuk UMKM, baru mencapai angka 30% atau sebesar 5-6 Triliun
dari target hingga akhir tahun 2015 sebesar 19-20 T. Tiga Bank BUMN yang
ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan KUR (BRI, BNI, dan Mandiri) hingga
Oktober 2015 baru merealisasikan rata-rata 30% dari total target sebesar 30 T. Padahal
tingkat suku bunga KUR sudah diturunkan dari 22% menjadi 12 %.
Ada beberapa
kendala yang dirasakan oleh pelaku UMKM dalam menyerap dana KUR, diantaranya
adalah:
1.
Suku
bunga tinggi
Suku bunga KUR di Indonesia dianggap masih tinggi di
ASEAN. Tingkat suku bunga 12% dianggap masih lebih tinggi dibanding dengan Malaysia
dan Filipina sebesar 3,8%, dan Thailand sebesar2,5%. Ketua Umum Ikatan Wanita
Pengusaha Indonesia (IWAPI), Nita Yudi, mengatakan bahwa idealnya angka bunga
KUR di Indonesia sebesar 6%, agar bisa mendongkrak semangat para pengusaha[1].
2.
Penyaluran
belum merata
Penyaluran KUR diakui masih belum merata ke seluruh
masyarakat Indonesia. Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI,
Zulbahri, mengatakan bahwa penyaluran KUR pada tahun 2014 baru dimaksimalkan
oleh pengusaha UMKM di wilayah Jawa Timur saja.[2]
Kredit yang didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 70% tesebut masih minim
disalurkan di wilayah Sumatera dan Kalimantan Timur.
3.
Sosialisasi
tidak maksimal
Minimnya pemanfaatan KUR oleh pelaku Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) disinyalir terjadi karena minimnya sosialisasi dari
Perbankan selaku pelaksana program KUR. Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha
Kecil Mataram Yogyakarta (Asperam), Budi Sarwono, mengatakan bahwa program KUR
mestinya disosialisasikan secara luas agar pelaku usaha mikro dan kecil yang
tidak pernah mengenal akses bank mampu memanfaatkan KUR[3].
Walaupun bunga KUR sudah diperkecil namun minim sosialisasi, tetap saja para
pelaku UMKM akan minim yang memanfaatkannya, dan bahkan bisa terjadi salah
sasaran dalam penyaluran dana KUR.
4.
Alat
kampanye partai politik
KUR merupakan salah satu program yang mudah dijadikan alat
kampanye oleh partai politik. Dengan adanya KUR, partai politik dapat dengan
mudah mengobral janji-janji untuk meraup simpatik masyarakat demi mamperoleh
dukungan. Jika KUR sudah dijadikan alat kampanye partai politik, maka
penyaluran KUR yang seharusnya dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi skala kecil di
seluruh wilayah Indonesia tidak akan diserap karena mereka lebih memilih
menerima bantuan modal usaha dari organisasi politik dan politikus ketimbang
mengajukan kredit pada program KUR.
Sudah selayaknya
pemeritah mulai fokus pada masalah-masalah substantif dalam mengatasi
permasalahan KUR ini. Hal ini dapat
mempercepat realisasi penyaluran dana KUR, menumbuhkan gairah UMKM sehingga
akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
[1]
http://www.smartbisnis.co.id/content/read/berita-bisnis/umum/berapa-kur-yang-ideal-bagi-umkm
[2]
http://www.merdeka.com/uang/5-masalah-seputar-penyaluran-kredit-usaha-rakyat/penyaluran-belum-merata.html
[3]
http://www.merdeka.com/uang/5-masalah-seputar-penyaluran-kredit-usaha-rakyat/sosialisasi-tak-maksimal.html
0 Response to "KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TERKENDALA, JUMLAH MISKIN MAKIN MERAJALELA"
Post a Comment