Rasanya, saat ini ada satu struktur masyarakat yang seakan
hilang dari tengah-tengah kita, Remaja Masjid. Boleh jadi, di tahun 1990an hingga
awal 2000an di Masjid-masjid ramai dengan kegiatan-kegiatan remaja. Ada
seminar, studi islam, lomba-lomba (lomba adzan, pidato, cerdas cermat dan lain
sebagainya). Namun menjelang tahun 2010 perlahan-lahan kegiatan remaja Masjid
seperti menghilang dari peredaran. Ada apa gerangan ?
Seorang twitterman curhat dalam akunnya (@ajobendri), “Tidak
berminatnya remaja saat ini terhadap Islam, sebagian besar karena trauma di
masa kecil akan tampilan Islam khususnya di Masjid.” Sekarang ini masih banyak
orang-orang yang tidak begitu mengharapkan kehadiran anak-anak dalam Masjid.
Anak-anak dianggap sebagai pengganggu kekhusyuan dalam beribadah. Bahkan ada
Masjid yang terang-terangan menulis larangan anak masuk Masjid. Ada orang
dewasa yang tak segan menghardik dan mengancam anak-anak jika bermain dan
bercanda. Masjid pun jadi tempat yang menyedihkan dan menyeramkan buat
anak-anak.
Lalu anak-anak pun mencari tempat alternatif hiburan. Di
saat yang sama, perkembangan teknologi yang makin modern dan canggih, tumbuh
subur tempat-tempat playstation, game online, permainan-permainan yang bisa di
download secara mudah dan gratis dari smartphone. Permainannya menyenangkan,
penjaja mainannya ramah karena makin banyak anak yang main makin besar
keuntungannya. Tak lama berselang, pihak Masjid sekarang susah mencari kader
remaja Masjid. Banyak remaja yang menolak sebab waktu kecil selalu merasa dimusuhi
saat masuk Masjid, trauma masa lalu yang menyeramkan.
Sifat Allah yang Maha Rahman ternyata tak muncul dalam
perilaku sebagian pengurus Masjid yang galak dan suka bentak-bentak anak.
Sehingga anak-anak justru lebih mengenal Allah yang Maha Keras siksa-Nya
dibandingkan Maha Rahim-Nya. Sebab mereka banyak dihukum dan dimarahi jika
bermain-main di Masjid. Demikian juga, bila pun ada anak-anak yang
sungguh-sungguh ibadah, ternyata mereka tak layak berada di shaf depan, meski
mereka datang lebih awal. Padahal hak ada di shaf depan adalah hak yang datang duluan,
bukan berdasarkan usia. Juga seringkali (kalau tak bisa dibilang “selalu”),
Khatib Jumat lupa menyapa anak-anak, hanya fokus kepada orang dewasa. Anak-anak
dianggap warga kelas dua di Masjid.
Tidak berminatnya remaja saat ini kepada Islam, sebagian
besar karena trauma masa kecil akan tampilan Masjid yang dikesankan seram dan
menakutkan. Akhirnya, Masjid kalah bersaing dengan Mall, Warnet dan tempat
permainan lain yang lebih ramah dan banyak senyum. Wallahu a’lam.
0 Response to "Remaja Masjid Kemanakah Kini....."
Post a Comment