Di salah satu desa binaan
Munashoroh, di wilayah Sumatera, ada sejumlah anak yatim dan dhuafa yang dibina
dan disekolahkan oleh Yayasan Munashoroh Indonesia (YMI). Sudah 2 tahun sejak
pengurus YMI tiba di pelosok desa tersebut dan membuka Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPA), anak-anak yang tadinya putus sekolah sudah kembali ke sekolah, dan yang
tadinya malas belajar ngaji telah dibangkitkan lagi semangatnya untuk mau
mengaji.
Meski sudah 2 tahun mengelola
anak-anak yatim dan dhuafa di desa yang letaknya sangat jauh dari “peradaban
kota” namun baru Ramadhan tahun 1435 H ini pengurus YMI menyadari ternyata desa
tersebut dihuni oleh sejumlah warga yang sering melakukan “pembegalan (perampokan/pencurian)
kendaraan” baik motor maupun mobil. Aksi tersebut biasanya dilakukan di daerah
sepanjang jalur Sumatera dan juga di Ibukota Jakarta. Setiap perjalanan
pengurus YMI ke desa tersebut, tidak pernah dilakukan di malam hari, “Biasanya
kami berangkat pagi lalu pulang sebelum maghrib,” demikian ungkap Putri, salah
satu pengurus YMI. Kecuali bila didampingi pengurus YMI di desa setempat, bisa
pulang lebih malam, namun itu juga harus membuka kaca mobil (bila bawa mobil) atau
melepas helm (bila naik motor) agar dianggap sebagai warga desa juga oleh penduduk
desa setempat.
Kejadian menarik yang menjadi
bukti nyata “kepiawaian” penduduk desa tersebut adalah ketika pengurus YMI
Pusat berkunjung ke anak-anak asuh desa tersebut dalam rangka Buka Puasa
Bersama di Ramadhan 1435 H ini. Untuk menyambut kedatangan pengurus YMI Pusat, Ibu
Guru ngaji TPA meminta anak-anak asuh untuk mencari kelapa di kebun sebagai
oleh-oleh untuk pengurus YMI Pusat. Anak-anak pun menggunakan motor Bu Guru
untuk mencari kelapa di kebun yang letaknya sekitar 200 meter dari tempat ngaji
anak-anak YMI. Sesampainya di kebun, tiba-tiba ada sekelompok orang berkedok
yang memegang celurit dan mendekati anak-anak tersebut. Kaget dan tak berdaya,
motor butut itu pun jadi sasaran si orang-orang berkedok, yang sangat dimungkinkan
adalah penduduk desa itu juga. Itulah mengapa orang-orang tersebut menggunakan
kedok di wajahnya supaya tidak bisa dikenali.
Pasrah, akhirnya anak-anak asuh
kembali ke tempat ngaji dengan berjalan kaki sambil membawa kelapa yang diminta
Bu Guru. Sekitar 2 jam kemudian pengurus YMI Pusat datang ke tempat ngaji, lalu
anak-anak menceritakan kejadian tersebut sebelum berbuka puasa bersama. Bagi Bu
Guru dan anak-anak, kehilangan motor sudah “terikhlaskan” karena memang mau
diapakan lagi (semoga Allah SWT segera memberi gantinya), dan bagi pengurus YMI Pusat tentu mendapatkan cerita berharga
yang sarat hikmah, inilah bukti didepan mata bahwa "Menyebarkan kebaikan diberbagai belahan
masyarakat memang berbeda-beda ujian dan cobaannya, butuh tekad dan komitmen
kuat untuk bisa terus bertahan.”
Sebagai pendatang yang bermaksud
mensyiarkan kebaikan di pelosok desa, belum banyak yang bisa
diperbuat YMI selain terus membina dan mendoakan anak-anak asuh, semoga mereka
tidak mewarisi profesi seperti orang tua, paman, saudara dan penduduk desa yang
“berkelakuan kriminal dan meresahkan” tersebut. Amin Ya Allah.
*Nama desa dan kecamatannya sengaja tidak kami sebutkan
0 Response to "Membina Anak-anak Kampung Pembegal"
Post a Comment