Terdepan Dalam Memberdayakan Anak Hingga Pelosok Desa

Gagasan & Pemikiran Direktur Yayasan Munashoroh Indonesia

Mengapa (Harus) Berzakat
Lewat Lembaga Pengelola Zakat ?


Tahun 2009 ini giliran Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo yang mendapat sorotan media setelah acara pembagian uang lebaran kepada fakir-miskin, menuai korban jiwa. Sedikitnya 12 orang pingsan dan 2 fakir-miskin lainnya terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit karena mengalami luka di bagian wajah dan patah tulang di bagian bahu akibat terinjak-injak (http://www.poskota.co.id/).

Meski Pemprov DKI mengklarifikasi bahwa ini bukan pembagian uang zakat, namun sistem pemberdayaan kaum fakir miskin dengan pengumpulan masa besar-besaran tanpa memperhitungkan secara pasti jumlah fakir miskin yang akan hadir, sungguh memiliki resiko yang sangat tinggi. Karena zakat dan kemiskinan ibarat dua mata uang yang tak mungkin terpisahkan. Zakat berfungsi meminimalisir kemiskinan, dan fakir-miskin adalah orang yang memiliki hak atas zakat. Semuanya harus diatur dengan sistem pemberdayaan yang terpadu.

Tentu kita masih ingat, setahun yang lalu, 15 September 2008 di Pasuruan, Jawa Timur, seorang Pengusaha bernama Syaikhon membagi-bagikan sendiri uang zakatnya. Kisruh pun tak terelakan, 21 orang meninggal dunia akibat berdesak-desakan 'hanya' untuk memperebutkan uang zakat Rp.30.000. Akhmad Faruk bin Syaikhon, Ketua Panitia Pembagian Zakat yang juga merupakan putra Syaikhon, akhirnya divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Pasuruan.

Peristiwa yang sama juga pernah terjadi dua tahun yang lalu, 9 Oktober 2007, ketika seorang pengusaha Semarang juga melakukan hal yang sama, membagikan zakat sendiri. Sekitar 5000 orang berdesakan dibawah terik matahari menunggu giliran menerima amplop, hanya untuk Rp.12.000 saja.

Hampir tiap tahun kejadian ini selalu berulang, terjadi dan terjadi lagi, seakan-akan kita tidak mau mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian itu. Atau memang, kita belum pantas untuk mengambil hikmah dari setiap peristiwa itu.

Coba kita renungkan lebih dalam lagi peristiwa-peristiwa itu : ”Mungkinkah rakyat akan keluar dari kemiskinan dengan cara seperti itu? Atau praktik itu justru hanya mematikan motivasi rakyat miskin untuk meningkatkan taraf hidup? Lebih senang miskin agar bisa meminta-minta? Juga mengubur potensi zakat di Indonesia yang menurut perhitungan adalah Rp.19 Trilyun? ”

Lain halnya bila zakat itu diserahkan sepenuhnya lewat Lembaga Amil atau Pengelola Zakat, Penyaluran zakat akan lebih efektif. Juga tepat sasaran (ini yang lebih penting). Coba bayangkan, bila banyak ”Syaikhon-syaikhon” yang membagikan zakatnya sendiri-sendiri, maka penerima zakatnya tidak terukur dan terseleksi. Dalam kasus Pasuruan diatas, bisa saja orang yang tidak tergolong miskin berpura-pura masuk dalam antrean, dengan memakai baju gembel dan rambut diacak-acak.

Namun bila Lembaga Amil Zakat yang menyalurkannya, tentu Lembaga tersebut lebih mengetahui dimana saja daerah miskin yang paling membutuhkan, siapa saja orang miskin yang harus diprioritaskan, termasuk berapa besar dana zakat yang pantas buat mereka. Tentu tidak rata Rp.30.000 per orang seperti apa yang terjadi di Pasuruan.

Rasulullah SAW bersabda, “Dari Mughirah bin Syu'bah : Serahkanlah ia (zakat) kepada mereka (amilin) karena sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk menyerahkan zakat kepada amil.” (HR. Baihaqi)

Lalu, kalau anda takut zakat anda akan dikorupsi oleh Lembaga Amil Zakat, mari kita perhatikan hadits berikut. “Dari Anas, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW : Apabila aku menyerahkan zakat kepada utusanmu, apakah aku sudah bebas dari tanggungan zakat itu kepada Allah dan Rasul-Nya? Rasulullah SAW menjawab : Benar, apabila engkau telah tunaikan zakat itu kepada utusanku maka engkau telah bebas dari tanggungan zakat itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan engkau sudah mendapatkan pahalanya, sedang dosanya ditanggung orang yang menyelewengkannya.” (HR। Ahmad) [Nailul Authar : 2028].

“Sebaiknya sumbangan diberikan secara terstruktur, melalui panti asuhan ataupun lewat amil zakat,” Seperti yang diungkapkan Effendi Anas, Asisten Kesejehteraan Masyarakat DKI Jakarta (http://megapolitan.kompas.com/)

Lewat tangan Lembaga inilah manfaat terbesar akan kita peroleh. Bila zakat langsung dibagi-bagikan ke fakir miskin, pastilah dalam sekejap uang Rp.30.000 akan habis. Tapi bila dikumpulkan dan dikelola dengan optimal, kita bisa saksikan sekarang : Ada Rumah Sakit Gratis, Ambulance Gratis, atau Sekolah Gratis. Juga ada Warung Sembako Murah di wilayah kumuh. Semuanya untuk membantu fakir miskin keluar dari kubangan penderitaannya. Minimal mengurangi kepedihan mereka. Wallahu a'lam.

Adhi Azfar